Tidakada Tuhan melainkan Allah, dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah. Bacaan takbiran Idul Adha ini biasanya dilakukan di

Keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim adalah meyakini bahwa Allah subhanahu wa taala Maha Sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan. Allah subhanahu wa taala Maha Suci dari menyerupai makhluk-Nya. Allah subhanahu wa taala juga Maha Suci dari tempat dan arah. Allah subhanahu wa taala ada tanpa tempat. Demikian keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah. Dalam ilmu akidah atau teologi, keyakinan semacam ini dibahasakan, bahwa Allah subhanahu wa taala memiliki sifat Mukhalafatuhu lil-Hawaditsi, yaitu Allah subhanahu wa taala wajib tidak menyerupai makhluk-Nya. Ada sebuah dialog yang unik antara seorang Muslim Sunni yang meyakini Allah subhanahu wa taala ada tanpa tempat, dengan seorang Wahhabi yang berkeyakinan bahwa Allah subhanahu wa taala bertempat. Wahhabi berkata โ€œKamu ada pada suatu tempat. Aku ada pada suatu tempat. Berarti setiap sesuatu yang ada, pasti ada tempatnya. Kalau kamu berkata, Allah ada tanpa tempat, berarti kamu berpendapat Allah tidak adaโ€ Sunni menjawab โ€œSekarang saya akan bertanya kepada Anda โ€œBukankah Allah telah ada tanpa tempat sebelum diciptakannya tempat?โ€ Wahhabi menjawab โ€œBetul, Allah ada tanpa tempat sebelum terciptanya tempatโ€ Sunni berkata โ€œKalau memang wujudnya Allah tanpa tempat sebelum terciptanya tempat itu rasional, berarti rasional pula dikatakan, Allah ada tanpa tempat setelah terciptanya tempat. Mengatakan Allah ada tanpa tempat, tidak berarti menafikan wujudnya Allahโ€ Wahhabi berkata โ€œBagaimana seandainya saya berkata, Allah telah bertempat sebelum terciptanya tempat?โ€ Sunni menjawab โ€œPernyataan Anda mengandung dua kemungkinan. Pertama, Anda mengatakan bahwa tempat itu bersifat azali tidak ada permulaannya, keberadaannya bersama wujudnya Allah dan bukan termasuk makhluk Allah. Demikian ini berarti Anda mendustakan firman Allah subhanahu wa taala ุงูŽู„ู„ู‡ู ุฎูŽุงู„ูู‚ู ูƒูู„ูู‘ ุดูŽูŠู’ุกู โ€œAllah-lah pencipta segala sesuatu.โ€ QS. al-Zumar 62 Kemungkinan kedua, Anda berpendapat, bahwa Allah itu baru, yakni wujudnya Allah terjadi setelah adanya tempat, dengan demikian berarti Anda mendustakan firman Allah subhanahu wa taala ู‡ููˆูŽ ุงู’ู„ุฃูŽูˆูŽู‘ู„ู ูˆูŽุงู’ู„ุขูŽุฎูุฑู โ€œDialah Allah Yang Maha Awal wujudnya tanpa permulaan dan Yang Maha Akhir Wujudnya tanpa akhirโ€ QS. al-Hadid 3 Demikianlah dialog seorang Muslim Sunni dengan orang Wahhabi. Pada dasarnya, pendapat Wahhabi yang meyakini bahwa wujudnya Allah subhanahu wa taala ada dengan tempat dapat menjerumuskan seseorang keluar dari keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim, yaitu Allah subhanahu wa taala Maha Suci dari segala kekurangan. Tidak jarang, kaum Wahhabi menggunakan ayat-ayat al-Qurโ€™an untuk membenarkan keyakinan mereka, bahwa Allah subhanahu wa taala bertempat di langit. Akan tetapi, dalil-dalil mereka dapat dengan mudah dipatahkan dengan ayat-ayat al-Qurโ€™an yang sama. Ulama Maroko dan Wahhabi Tuna Netra Al-Hafizh Ahmad bin Muhammad bin al-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani adalah ulama ahli hadits yang terakhir menyandang gelar al-hafizh gelar kesarjanaan tertinggi dalam bidang ilmu hadits. Ia memiliki kisah perdebatan yang sangat menarik dengan kaum Wahhabi. Dalam kitabnya, Juโ€™nat al-โ€™Aththar, sebuah autobiografi yang melaporkan perjalanan hidupnya, beliau mencatat kisah berikut ini. โ€œPada tahun 1356 H ketika saya menunaikan ibadah haji, saya berkumpul dengan tiga orang ulama Wahhabi di rumah Syaikh Abdullah al-Shaniโ€™ di Mekkah yang juga ulama Wahhabi dari Najd. Dalam pembicaraan itu, mereka menampilkan seolah-olah mereka ahli hadits, amaliahnya sesuai dengan hadits dan anti taklid. Tanpa terasa, pembicaraan pun masuk pada soal penetapan ketinggian tempat Allah subhanahu wa taala dan bahwa Allah subhanahu wa taala itu ada di atas Arasy sesuai dengan ideologi Wahhabi. Mereka menyebutkan beberapa ayat al-Qurโ€™an yang secara literal zhahir mengarah pada pengertian bahwa Allah subhanahu wa taala itu ada di atas Arasy sesuai keyakinan mereka. Akhirnya saya al-Ghumari berkata kepada mereka โ€œApakah ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi termasuk bagian dari al-Qurโ€™an?โ€ Wahhabi menjawab โ€œYa.โ€ Saya berkata โ€œApakah meyakini apa yang menjadi maksud ayat-ayat tersebut dihukumi wajib?โ€ Wahhabi menjawab โ€œYa.โ€ Saya berkata โ€œBagaimana dengan firman Allah subhanahu wa taala ูˆูŽู‡ููˆูŽ ู…ูŽุนูŽูƒูู…ู’ ุฃูŽูŠู’ู†ูŽู…ูŽุง ูƒูู†ู’ุชูู…ู’ โ€œDan Dia bersama kamu di mana saja kamu beradaโ€ QS. al-Hadid 4 Apakah ini termasuk al-Qurโ€™an?โ€ Wahhabi tersebut menjawab โ€œYa, termasuk al-Qurโ€™an.โ€ Saya berkata โ€œBagaimana dengan firman Allah subhanahu wa taala ู…ูŽุง ูŠูŽูƒููˆู’ู†ู ู…ูู†ู’ ู†ูŽุฌู’ูˆูŽู‰ ุซูŽู„ุงูŽุซูŽุฉู ุฅูู„ุงูŽู‘ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุฑูŽุงุจูุนูู‡ูู…ู’ โ€œTiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnyaโ€ฆ.โ€ QS. al-Mujadilah 7. Apakah ayat ini termasuk al-Qurโ€™an juga?โ€ Wahhabi itu menjawab โ€œYa, termasuk al-Qurโ€™an.โ€ Saya berkata โ€œKedua ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak ada di langit. Mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak ada di langit? Padahal kesemuanya juga dari Allah subhanahu wa taala?โ€ Wahhabi itu menjawab โ€œImam Ahmad mengatakan demikian.โ€ Saya berkata kepada mereka โ€œMengapa kalian taklid kepada Ahmad dan tidak mengikuti dalil?โ€ Tiga ulama Wahhabi itu pun terbungkam. Tak satu kalimat pun keluar dari mulut mereka. Sebenarnya saya menunggu jawaban mereka, bahwa ayat-ayat yang saya sebutkan tadi harus ditaโ€™wil, sementara ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala ada di langit tidak boleh ditaโ€™wil. Seandainya mereka menjawab demikian, tentu saja saya akan bertanya kepada mereka, siapa yang mewajibkan mentaโ€™wil ayat-ayat yang saya sebutkan dan melarang mentaโ€™wil ayat-ayat yang kalian sebutkan tadi? Seandainya mereka mengklaim adanya ijmaโ€™ ulama yang mengharuskan mentaโ€™wil ayat-ayat yang saya sebutkan tadi, tentu saja saya akan menceritakan kepada mereka informasi beberapa ulama seperti al-Hafizh Ibn Hajar tentang ijmaโ€™ ulama salaf untuk tidak mentaโ€™wil semua ayat-ayat sifat dalam al-Qurโ€™an, bahkan yang wajib harus mengikuti pendekatan tafwidh menyerahkan pengertiannya kepada Allah subhanahu wa taala.โ€ Demikian kisah al-Imam al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari dengan tiga ulama terhebat kaum Wahhabi. Dialog Terbuka di Surabaya dan Blitar Pada tahun 2009, saya pernah terlibat perdebatan sengit dengan seorang Ustadz Salafi berinisial AH di Surabaya. Beberapa bulan berikutnya saya berdebat lagi dengan Ustadz Salafi di Blitar. Ustadz tersebut berinisial AH pula, tetapi lain orang. Dalam perdebatan tersebut saya bertanya kepada AH โ€œMengapa Anda meyakini bahwa Allah subhanahu wa taala ada di langit?โ€ Menanggapi pertanyaan saya, AH menyebutkan ayat-ayat al-Qurโ€™an yang menurut asumsinya menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala ada di langit. Lalu saya berkata โ€œAyat-ayat yang Anda sebutkan tidak secara tegas menunjukkan bahwa Allah ada di langit. Karena kosa kata istawa, menurut para ulama memiliki 15 makna. Di samping itu, apabila Anda berargumentasi dengan ayat-ayat tersebut, maka argumen Anda dapat dipatahkan dengan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak ada di langit. Misalnya Allah subhanahu wa taala berfirman โ€œDan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.โ€ QS. al-Hadid 4. Ayat ini menegaskan bahwa Allah subhanahu wa taala bersama kita di bumi, bukan ada di langit. Dalam ayat lain Allah subhanahu wa taala berfirman ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ูู‘ูŠู’ ุฐูŽุงู‡ูุจูŒ ุฅูู„ูŽู‰ ุฑูŽุจูู‘ูŠู’ ุณูŽูŠูŽู‡ู’ุฏููŠู’ู†ู โ€œDan Ibrahim berkata, โ€œSesungguhnya aku pergi menuju Tuhanku Palestina, yang akan memberiku petunjuk.โ€ QS. al-Shaffat 99. Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim alaihissalam berkata akan pergi menuju Tuhannya, padahal Nabi Ibrahim alaihissalam pergi ke Palestina. Dengan demikian, secara literal ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala bukan ada di langit, tetapi ada di Palestina.โ€ Setelah saya berkata demikian, AH tidak mampu menjawab akan tetapi mengajukan dalil lain dan berkata โ€œKeyakinan bahwa Allah subhanahu wa taala ada di langit telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits shahih ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู„ูู„ู’ุฌูŽุงุฑููŠูŽุฉู ุงู„ุณูŽู‘ูˆู’ุฏูŽุงุกู ุฃูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ูุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ูููŠ ุงู„ุณูŽู‘ู…ูŽุงุกู. ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูŽู†ู’ ุฃูŽู†ูŽุงุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู. ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุนู’ุชูู‚ู’ู‡ูŽุง ููŽุฅูู†ูŽู‘ู‡ูŽุง ู…ูุคู’ู…ูู†ูŽุฉูŒ. ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…. โ€œRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada seorang budak perempuan yang berkulit hitam โ€œAllah ada di mana?โ€ Lalu budak itu menjawab โ€œAllah ada di langit.โ€ Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya; โ€œSaya siapa?โ€ Ia menjawab โ€œEngkau Rasul Allah.โ€ Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada majikan budak itu, โ€œMerdekakanlah budak ini. Karena ia seorang budak yang mukmin.โ€ HR. Muslim Setelah AH berkata demikian, saya menjawab begini โ€œAda tiga tinjauan berkaitan dengan hadits yang Anda sebutkan. Pertama, dari aspek kritisisme ilmu hadits naqd al-hadits. Hadits yang Anda sebutkan menurut para ulama tergolong hadits mudhtharib hadits yang simpang siur periwayatannya, sehingga kedudukannya menjadi lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah. Kesimpangsiuran periwayatan hadits tersebut, dapat dilihat dari perbedaan setiap perawi dalam meriwayatkan hadits tersebut. Ada yang meriwayatkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak bertanya di mana Allah subhanahu wa taala. Akan tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya, apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah. Kedua, dari segi makna, para ulama melakukan taโ€™wil terhadap hadits tersebut dengan mengatakan, bahwa yang ditanyakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebenarnya adalah bukan tempat, tetapi kedudukan atau derajat Allah subhanahu wa taala. Lalu orang tersebut menjawab kedudukan Allah subhanahu wa taala ada di langit, maksudnya Allah subhanahu wa taala itu Maha Luhur dan Maha Tinggi. Ketiga, apabila Anda berargumen dengan hadits tersebut tentang keyakinan Allah subhanahu wa taala ada di langit, maka argumen Anda dapat dipatahkan dengan hadits lain yang lebih kuat dan menegaskan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak ada di langit, bahkan ada di bumi. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya ุนูŽู†ู’ ุฃูŽู†ูŽุณู ุฃูŽู†ูŽู‘ ุงู„ู†ูŽู‘ุจููŠูŽู‘ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฑูŽุฃูŽู‰ ู†ูุฎูŽุงู…ูŽุฉู‹ ูููŠ ุงู„ู’ู‚ูุจู’ู„ูŽุฉู ููŽุญูŽูƒูŽู‘ู‡ูŽุง ุจููŠูŽุฏูู‡ู ูˆูŽุฑูุคููŠูŽ ู…ูู†ู’ู‡ู ูƒูŽุฑูŽุงู‡ููŠูŽุฉูŒ ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ูŽู‘ ุฃูŽุญูŽุฏูŽูƒูู…ู’ ุฅูุฐูŽุง ู‚ูŽุงู…ูŽ ูููŠู’ ุตูŽู„ุงูŽุชู‡ู ููŽุฅูู†ูŽู‘ู…ูŽุง ูŠูู†ูŽุงุฌููŠู’ ุฑูŽุจูŽู‘ู‡ู ุฃูŽูˆู’ ุฑูŽุจูŽู‘ู‡ู ุจูŽูŠู’ู†ูŽู‡ู ูˆูŽุจูŽูŠู’ู†ูŽ ู‚ูุจู’ู„ูŽุชูู‡ู ููŽู„ุงูŽ ูŠูŽุจู’ุฒูู‚ูŽู†ูŽู‘ ูููŠู’ ู‚ูุจู’ู„ูŽุชูู‡ู ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู’ ุนูŽู†ู’ ูŠูŽุณูŽุงุฑูู‡ู ุฃูŽูˆู’ ุชูŽุญู’ุชูŽ ู‚ูŽุฏูŽู…ูู‡ู. ุฑูŽูˆูŽุงู‡ู ุงู„ู’ุจูุฎูŽุงุฑููŠูู‘. โ€œAnas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, โ€œBahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat dahak di arah kiblat, lalu beliau menggosoknya dengan tangannya, dan beliau kelihatannya tidak menyukai hal itu. Lalu beliau bersabda โ€œSesungguhnya apabila salah seorang kalian berdiri dalam shalat, maka ia sesungguhnya berbincang-bincang dengan Tuhannya, atau Tuhannya ada di antara dirinya dan kiblatnya. Oleh karena itu, janganlah ia meludah ke arah kiblatnya, akan tetapi meludahlah ke arah kiri atau di bawah telapak kakinyaโ€ HR. al-Bukhari [405] Hadits ini menegaskan bahwa Allah subhanahu wa taala ada di depan orang yang sedang shalat, bukan ada di langit. Hadits ini jelas lebih kuat dari hadits riwayat Muslim, karena hadits ini riwayat al-Bukhari. Setelah saya menjawab demikian, AH juga tidak mampu menanggapi jawaban saya. Sepertinya dia merasa kewalahan dan tidak mampu menjawab. Ia justru mengajukan dalil lain dengan berkata โ€œKeyakinan bahwa Allah ada di langit itu ijmaโ€™ ulama salaf.โ€ Lalu saya jawab, โ€œTadi Anda mengatakan bahwa dalil keyakinan Allah ada di langit, adalah ayat al-Qurโ€™an. Kemudian setelah argumen Anda kami patahkan, Anda beragumen dengan hadits. Lalu setelah argumen Anda kami patahkan lagi, Anda sekarang berdalil dengan ijmaโ€™. Padahal ijmaโ€™ ulama salaf sejak generasi sahabat justru meyakini Allah subhanahu wa taala tidak bertempat. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata dalam al-Farqu Bayna al-Firaq ูˆูŽุฃูŽุฌู’ู…ูŽุนููˆู’ุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ู ู„ุงูŽ ูŠูŽุญู’ูˆููŠู’ู‡ู ู…ูŽูƒูŽุงู†ูŒ ูˆูŽู„ุงูŽ ูŠูŽุฌู’ุฑููŠู’ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุฒูŽู…ูŽุงู†ูŒ โ€œKaum Muslimin sejak generasi salaf para sahabat dan tabiโ€™in telah bersepakat bahwa Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh waktuโ€ al-Farq bayna al-Firaq, 256 Al-Imam Abu Jaโ€™far al-Thahawi juga berkata dalam al-โ€™Aqidah al-Thahawiyyah, risalah kecil yang menjadi kajian kaum Sunni dan Wahhabi ูˆูŽู„ุงูŽ ุชูŽุญู’ูˆููŠู’ู‡ู ุงู„ู’ุฌูู‡ูŽุงุชู ุงู„ุณูุชูู‘ โ€œAllah subhanahu wa taala tidak dibatasi oleh arah yang enamโ€ Setelah saya menjawab demikian kepada AH, saya bertanya kepada AH โ€œMenurut Anda, tempat itu makhluk apa bukan?โ€ AH menjawab โ€œMakhluk.โ€ Saya bertanya โ€œKalau tempat itu makhluk, lalu sebelum terciptanya tempat, Allah ada di mana?โ€ AH menjawab โ€œPertanyaan ini tidak boleh, dan termasuk pertanyaan yang bidโ€™ah.โ€ Demikian jawaban AH, yang menimbulkan tawa para hadirin dari semua kalangan pada waktu itu. Kebetulan pada acara tersebut, mayoritas hadirin terdiri dari kalangan Salafi, anggota jamaah AH. Demikianlah, cara dialog orang-orang Wahhabi. Ketika mereka tidak dapat menjawab pertanyaan, mereka tidak akan menjawab, aku tidak tahu, sebagaimana tradisi ulama salaf dulu. Akan tetapi mereka akan menjawab, โ€œPertanyaanmu bidโ€™ah dan tidak boleh.โ€ AH sepertinya tidak mengetahui bahwa pertanyaan Allah subhanahu wa taala ada di mana sebelum terciptanyan alam, telah ditanyakan oleh para sahabat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak berkata kepada mereka, bahwa pertanyaan tersebut bidโ€™ah atau tidak boleh. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya ุนูŽู†ู’ ุนูู…ู’ุฑูŽุงู†ูŽ ุจู’ู†ู ุญูุตูŽูŠู’ู†ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฅูู†ูู‘ูŠู’ ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู†ูŽู‘ุจููŠูู‘ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅูุฐู’ ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ู†ูŽุงุณูŒ ู…ูู†ู’ ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ู’ูŠูŽู…ูŽู†ู ููŽู‚ูŽุงู„ููˆู’ุง ุฌูุฆู’ู†ูŽุงูƒูŽ ู„ูู†ูŽุชูŽููŽู‚ูŽู‘ู‡ูŽ ูููŠ ุงู„ุฏูู‘ูŠู’ู†ู ูˆูŽู„ูู†ูŽุณู’ุฃูŽู„ูŽูƒูŽ ุนูŽู†ู’ ุฃูŽูˆูŽู‘ู„ู ู‡ูŽุฐูŽุง ุงู’ู„ุฃูŽู…ู’ุฑู ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ. ู‚ูŽุงู„ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽูƒูู†ู’ ุดูŽูŠู’ุกูŒ ุบูŽูŠู’ุฑูู‡ู. ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ. โ€œImran bin Hushain radhiyallahu anhu berkata โ€œAku berada bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekelompok dari penduduk Yaman dan berkata โ€œKami datang untuk belajar agama dan menanyakan tentang permulaan yang ada ini, bagaimana sesungguhnya?โ€ Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab โ€œAllah telah ada dan tidak ada sesuatu apapun selain Allahโ€ HR. al-Bukhari [3191]. Hadits ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa taala tidak bertempat. Allah subhanahu wa taala ada sebelum adanya makhluk, termasuk tempat. Al-Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang hasan dalam al-Sunan berikut ini ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠู’ ุฑูŽุฒููŠู’ู†ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูู„ู’ุชู ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู’ู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุฃูŽูŠู’ู†ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุจูู‘ู†ูŽุง ู‚ูŽุจู’ู„ูŽ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฎู’ู„ูู‚ูŽ ุฎูŽู„ู’ู‚ูŽู‡ู ุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ ูƒูŽุงู†ูŽ ูููŠู’ ุนูŽู…ูŽุงุกู ู…ูŽุง ุชูŽุญู’ุชูŽู‡ู ู‡ูŽูˆูŽุงุกูŒ ูˆูŽู…ูŽุง ููŽูˆู’ู‚ูŽู‡ู ู‡ูŽูˆูŽุงุกูŒ ูˆูŽุฎูŽู„ูŽู‚ูŽ ุนูŽุฑู’ุดูŽู‡ู ุนูŽู„ู‰ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุงุกู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุญู’ู…ูŽุฏู ุจู’ู†ู ู…ูŽู†ููŠู’ุนู ู‚ูŽุงู„ูŽ ูŠูŽุฒููŠู’ุฏู ุจู’ู†ู ู‡ูŽุงุฑููˆู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุนูŽู…ูŽุงุกู ุฃูŽูŠู’ ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูŽุนูŽู‡ู ุดูŽูŠู’ุกูŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ุชูู‘ุฑู’ู…ูุฐููŠูู‘ ูˆูŽู‡ูŽุฐูŽุง ุญูŽุฏููŠู’ุซูŒ ุญูŽุณูŽู†ูŒ. โ€œAbi Razin radhiyallahu anhu berkata โ€œAku berkata, wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita sebelum menciptakan makhluk-Nya?โ€ Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab โ€œAllah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertainya. Di atasnya tidak ada sesuatu dan di bawahnya tidak ada sesuatu. Lalu Allah menciptakan Arasy di atas air.โ€ Ahmad bin Maniโ€™ berkata, bahwa Yazid bin Harun berkata, maksud hadits tersebut, Allah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertai termasuk tempat. Al-Tirmidzi berkata โ€œhadits ini bernilai hasanโ€ Sunan al-Tirmidzi, [3109] Dalam setiap dialog yang terjadi antara Muslim Sunni dengan kaum Wahhabi, pasti kaum Sunni mudah sekali mematahkan argumen Wahhabi. Ketika Wahhabi mengajukan argumen dari ayat al-Qurโ€™an, maka dengan mudahnya dipatahkan dengan ayat al-Qurโ€™an yang lain. Ketika Wahhabi mengajukan argumen dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, pasti kaum Sunni dengan mudahnya mematahkan argumen tersebut dengan hadits yang lebih kuat. Dan ketika Sunni berargumen dengan dalil rasional, pasti Wahhabi tidak dapat membantah dan menjawabnya. Keyakinan bahwa Allah subhanahu wa taala ada tanpa tempat adalah keyakinan kaum Muslimin sejak generasi salaf, kalangan sahabat dan tabiโ€™in. Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata ูƒูŽุงู†ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ูˆูŽู„ุงูŽ ู…ูŽูƒูŽุงู†ูŽ ูˆูŽู‡ููˆูŽ ุงู’ู„ุขูŽู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽุง ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูƒูŽุงู†ูŽ โ€œAllah subhanahu wa taala ada sebelum adanya tempat. Dan keberadaan Allah sekarang, sama seperti sebelum adanya tempat maksudnya Allah tidak bertempatโ€ al-Farq bayna al-Firaq, 256 Syaikh al-Syanqithi dan Wahhabi Tuna Netra Ketika orang-orang Wahhabi memasuki Hijaz dan membantai kaum Muslimin dengan alasan bahwa mereka telah syirik, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya, โ€œOrang-orang Khawarij akan membunuh orang-orang yang beriman dan membiarkan para penyembah berhala.โ€ Mereka juga membunuh seorang ulama terkemuka. Mereka menyembelih Syaikh Abdullah al-Zawawi, guru para ulama madzhab al-Syafiโ€™i, sebagaimana layaknya menyembelih kambing. Padahal usia beliau sudah di atas 90 tahun. Mertua Syaikh al-Zawawi yang juga sudah memasuki usia senja juga mereka sembelih. Kemudian mereka memanggil sisa-sisa ulama yang belum dibunuh untuk diajak berdebat tentang tauhid, Asma Allah subhanahu wa taala dan sifat-sifat-Nya. Ulama yang setuju dengan pendapat mereka akan dibebaskan. Sedangkan ulama yang membantah pendapat mereka akan dibunuh atau dideportasi dari Hijaz. Di antara ulama yang diajak berdebat oleh mereka adalah Syaikh Abdullah al-Syanqithi, salah seorang ulama kharismatik yang dikenal hafal Sirah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sedangkan dari pihak Wahhabi yang mendebatnya, di antaranya seorang ulama mereka yang buta mata dan buta hati. Kebetulan perdebatan berkisar tentang teks-teks al-Qurโ€™an dan hadits yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah subhanahu wa taala. Mereka bersikeras bahwa teks-teks tersebut harus diartikan secara literal dan tekstual, dan tidak boleh diartikan secara kontekstual dan majazi. Si tuna netra itu juga mengingkari adanya majaz dalam al-Qurโ€™an. Bahkan lebih jauh lagi, ia menafikan majaz dalam bahasa Arab, karena taklid buta kepada pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim. Lalu Syaikh Abdullah al-Syanqithi berkata kepada si tuna netra itu โ€œApabila Anda berpendapat bahwa majaz itu tidak ada dalam al-Qurโ€™an, maka sesungguhnya Allah subhanahu wa taala telah berfirman dalam al-Qurโ€™an ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ูููŠู’ ู‡ูŽุฐูู‡ู ุฃูŽุนู’ู…ูŽู‰ ููŽู‡ููˆูŽ ูููŠ ุงู’ู„ุขูŽุฎูุฑูŽุฉู ุฃูŽุนู’ู…ูŽู‰ ูˆูŽุฃูŽุถูŽู„ูู‘ ุณูŽุจููŠู’ู„ุงู‹. ุงู„ุฅุณุฑุงุก ูงูข. โ€œDan barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat nanti ia akan lebih buta pula dan lebih tersesat dari jalan yang benar.โ€ QS. al-Israโ€™ 72. Berdasarkan ayat di atas, apakah Anda berpendapat bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat, sesuai dengan pendapat Anda bahwa dalam al-Qurโ€™an tidak ada majaz?โ€ Mendengar sanggahan Syaikh al-Syanqithi, ulama Wahhabi yang tuna netra itu pun tidak mampu menjawab. Ia hanya berteriak dan memerintahkan anak buahnya agar Syaikh al-Syanqithi dikeluarkan dari majlis perdebatan. Kemudian si tuna netra itu meminta kepada Ibn Saud agar mendeportasi al-Syanqithi dari Hijaz. Akhirnya ia pun dideportasi ke Mesir. Kisah ini dituturkan oleh al-Hafizh Ahmad al-Ghumari dalam kitabnya, Juโ€™nat al-โ€™Aththar. Al-Imam al-Bukhari dan Taโ€™wil Kalau kita mengamati dengan seksama, perdebatan orang-orang Wahhabi dengan para ulama Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah, akan mudah kita simpulkan, bahwa kaum Wahhabi seringkali mengeluarkan vonis hukum tanpa memiliki dasar ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Bahkan tidak jarang, pernyataan mereka dapat menjadi senjata untuk memukul balik pandangan mereka sendiri. Ustadz Syafiโ€™i Umar Lubis dari Medan bercerita kepada saya. โ€œAda sebuah pesantren di kota Siantar, Siamlungun, Sumatera Utara. Pesantren itu bernama Pondok Pesantren Darus Salam. Setiap tahun, Pondok tersebut mengadakan Maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan mengundang sejumlah ulama dari berbagai daerah termasuk Medan dan Aceh. Acara puncak biasanya ditaruh pada siang hari. Malam harinya diisi dengan diskusi. Pada Maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam tahun 2010 ini saya dan beberapa orang ustadz diminta sebagai pembicara dalam acara diskusi. Kebetulan diskusi kali ini membahas tentang Salafi apa dan mengapa, dengan judul Ada Apa Dengan Salafi? Setelah presentasi tentang aliran Salafi selesai, lalu tibalah sesi tanya jawab. Ternyata dalam sesi tanya jawab ini ada orang yang berpakaian gamis mengajukan keberatan dengan pernyataan saya dalam memberikan keterangan tentang Salafi, antara lain berkaitan dengan taโ€™wil. Orang Salafi tersebut mengatakan โ€œAl-Qurโ€™an itu diturunkan dengan bahasa Arab. Sudah barang tentu harus kita fahami sesuai dengan bahasa Arab pulaโ€. Pernyataan orang Salafi itu, saya dengarkan dengan cermat. Kemudian dia melanjutkan keberatannya dengan berkata โ€œAyat-ayat al-Qurโ€™an itu tidak perlu ditaโ€™wil dan ini pendapat Ahlussunnahโ€. Setelah diselidiki, ternyata pemuda Salafi itu bernama Sofyan. Ia berprofesi sebagai guru di lembaga As-Sunnah, sebuah lembaga pendidikan orang-orang Wahhabi atau Salafi. Mendengar pernyataan Sofyan yang terakhir, saya bertanya โ€œApakah Anda yakin bahwa al-Imam al-Bukhari itu ahli hadits?โ€ Sofyan menjawab โ€œYa, tidak diragukan lagi, beliau seorang ahli hadits.โ€ Saya bertanya โ€œApakah al-Bukhari penganut faham Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah?โ€ Sofyan menjawab โ€œYa.โ€ Saya berkata โ€œApakah al-Albani seorang ahli hadits?โ€ Sofyan menjawab โ€œYa, dengan karya-karya yang sangat banyak dalam bidang hadits, membuktikan bahwa beliau juga ahli hadits.โ€ Saya berkata โ€œKalau benar al-Bukhari menganut Ahlussunnah, berarti al-Bukhari tidak melakukan taโ€™wil. Bukankah begitu keyakinan Anda?โ€ Sofyan menjawab โ€œBenar begitu.โ€ Saya berkata โ€œSaya akan membuktikan kepada Anda, bahwa al-Bukhari juga melakukan taโ€™wil .โ€ Sofyan berkata โ€œMana buktinya?โ€ Mendengar pertanyaan Sofyan, saya langsung membuka Shahih al-Bukhari tentang taโ€™wil yang beliau lakukan dan memberikan photo copynya kepada anak muda itu. Saya berkata โ€œAnda lihat pada halaman ini, al-Imam al-Bukhari mengatakan ุจูŽุงุจู โ€“ ูƒูู„ูู‘ ุดูŽูŠู’ุกู ู‡ูŽุงู„ููƒูŒ ุฅูู„ุงูŽู‘ ูˆูŽุฌู’ู‡ูŽู‡ู ุงูŽูŠู’ ู…ูู„ู’ูƒูŽู‡ู. Artinya, โ€œBab tentang ayat Segala sesuatu akan hancur kecuali Wajah-Nya, artinya Kekuasaan-Nya.โ€ Nah, kata wajah-Nya, oleh al-Imam al-Bukhari diartikan dengan mulkahu, artinya kekuasaan-Nya. Kalau begitu al-Imam al-Bukhari melakukan taโ€™wil terhadap ayat ini. Berarti, menurut logika Anda, al-Bukhari seorang yang sesat, bukan Ahlussunnah. Anda setuju bahwa al-Bukhari bukan Ahlussunnah dan pengikut aliran sesat?โ€. Mendengar pertanyaan saya, Sofyan hanya terdiam. Sepatah katapun tidak terlontar dari lidahnya. Kemudian saya berkata โ€œKalau begitu, sejak hari ini, sebaiknya Anda jangan memakai hadits al-Bukhari sebagai rujukan. Bahkan Syaikh al-Albani, orang yang saudara puji itu, dan orang-orang Salafi memujinya dan menganggapnya lebih hebat dari al-Imam al-Bukhari sendiri. Al-Albani telah mengkritik al-Imam al-Bukhari dengan kata-kata yang tidak pantas. Al-Albani berkata โ€œPendapat al-Bukhari yang melakukan taโ€™wil terhadap ayat di atas ini tidak sepatutnya diucapkan oleh seorang Muslim yang berimanโ€. Inilah komentar Syaikh Anda, al-Albani tentang taโ€™wil al-Imam al-Bukhari ketika mentaโ€™wil ayat ุจูŽุงุจู โ€“ ูƒูู„ูู‘ ุดูŽูŠู’ุกู ู‡ูŽุงู„ููƒูŒ ุฅูู„ุงูŽู‘ ูˆูŽุฌู’ู‡ูŽู‡ู ุงูŽูŠู’ ู…ูู„ู’ูƒูŽู‡ู. Secara tidak langsung, seolah-olah al-Albani mengatakan bahwa taโ€™wilan al-Imam al-Bukhari tersebut pendapat orang kafir. Kemudian saya mengambil photo copy buku fatwa al-Albani dan saya serahkan kepada anak muda Salafi ini. Ia pun diam seribu bahasa. Demikian kisah yang dituturkan oleh Syafiโ€™i Umar Lubis dari Medan, seorang ulama muda yang kharismatik dan bersemangat dalam membela Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah. Taโ€™wil Imam Ahmad bin Hanbal Taโ€™wil tehadap teks-teks mutasyabihat telah dilakukan oleh para ulama salaf, di antaranya Imam Malik bin Anas, Imam Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain. Akan tetapi kaum Wahhabi sering kali mengingkari fakta-fakta tersebut dengan berbagai macam alasan yang tidak ilmiah dan selalu dibuat-buat. Seorang teman saya, berinisial AD menceritakan pengalamannya ketika berdialog dengan AM, tokoh Wahhabi kelahiran Sumatera yang sekarang tinggal di Jember. AD bercerita begini. โ€œSekitar bulan Maret tahun 2010 lalu, saya mengikuti suatu acara di Jakarta Selatan. Acara tersebut diadakan oleh salah satu ormas Islam di Indonesia. Dalam acara itu, ada seorang pemateri Wahhabi yang berasal dari Sumatera dan saat ini tinggal di Jember. Di antara materi yang disampaikannya adalah persoalan taโ€™wil. Dalam pandangannya, taโ€™wil atas ayat-ayat mutasyabihat tidak boleh dilakukan. Sehingga dengan asumsi demikian, ia meyakini bahwa Allah subhanahu wa taala itu bertempat atau berada di atas Arasy. Dia menggunakan ayat al-Rahman ala al-Arsy istawa QS. Thaha 5. Lalu saya mengajukan beberapa ayat lain yang justru menunjukkan kalau Allah subhanahu wa taala tidak ada di atas Arasy. Akibatnya, terjadiah dialog sengit antara saya dengan Ustadz lulusan Madinah tersebut. Lalu setelah itu, saya membeberkan fakta dan data-data akurat bahwa tradisi taโ€™wil sudah biasa dilakukan oleh ulama salaf. Salah satunya adalah taโ€™wil yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal atas ayat wa jaโ€™a rabbuka wal malaku shaffan-shaffa QS. al-Fajr 22. Imam Ahmad mentakwil ayat tersebut dengan jaโ€™a tsawabuhu wa qhadhaโ€™uhu datangnya pahala dan ketetapan Allah subhanahu wa taala. Setelah itu, Ustadz Ali Musri mencari taโ€™wil Imam Ahmad tersebut di software Maktabah Syamilah. Setelah dia menemukannya, dia membacakan komentar Imam al-Baihaqi yang berbunyi hadza al-isnad la ghubara alaih sanad ini tidak ada nodanya alias bersih yang menunjukkan bahwa sanadnya memang shahih. Ternyata, aneh sekali, Ustadz tersebut tertawa dan menganggap bahwa komentar atau penilaian al-Baihaqi yang berupa redaksi hadza al-isnad la ghubara โ€™alaih tersebut sebagai shighat redaksi yang menunjukkan atas kelemahan suatu sanad. Saya juga heran, mengapa Ustadz lulusan Madinah tersebut tidak begitu memahami istilah-istilah yang biasa dipakai oleh para ahli hadits. Ia tidak mengerti bahwa pernyataan al-Baihaqi yang berbunyi hadza al-isnad la ghubara โ€™alaih bermakna bahwa sanad riwayat ini tidak ada nodanya sama sekali, alias shahih. Sayangnya, berhubung waktu yang disediakan oleh panitia dan moderator telah habis, saya tidak bisa membantah dan mengomentari kembali pernyataan pemateri itu.โ€ Demikian kisah AD, kepada saya secara pribadi.

Doamemiliki berbagai bentuk ekspresi, tetapi harus ada waktu dan tempat bagi doa yang tidak terganggu atau semua bentuk ekspresi doa itu akan berhenti atau akan menjadi dingin, lesu, atau tidak menghasilkan buah. Manusia-manusia Allah perlu memiliki tempat doa. Tanpa sebuah tempat doa, mereka akan merasa kehilangan lebih dari tubuh Aqidah Imam Syafi'i, aqidah imam asy'ari, kitab aqidah syafi i, dalil allah ada tanpa tempat dan arah, ajaran imam syafii yang dilanggar oleh pengikutnya, kitab aqidah untuk pemula, dimanakah allah berada menurut islam, syubhat allah ada tanpa tempat, imam syafi i istiwa Imam asySyafiโ€™i dengan nama Muhammad ibn Idris w 204 H, adalah seorang ulama di zaman Salaf terkemuka dan juga sebagai perintis madzhab Syafiโ€™i, berkata ุฅู†ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูƒุงู† ูˆู„ุง ู…ูƒุงู† ูุฎู„ู‚ ุงู„ู…ูƒุงู† ูˆู‡ูˆ ุนู„ู‰ ุตูุฉ ุงู„ุฃุฒู„ูŠุฉ ูƒู…ุง ูƒุงู† ู‚ุจู„ ุฎู„ู‚ู‡ ุงู„ู…ูƒุงู† ูˆู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุชุบูŠุฑ ููŠ ุฐุงุชู‡ ูˆู„ุง ุงู„ุชุจุฏูŠู„ ููŠ ุตูุงุชู‡ ุฅุชุญุงู ุงู„ุณุงุฏุฉ ุงู„ู…ุชู‚ูŠู† ุจุดุฑุญ ุฅุญูŠุงุก ุนู„ูˆู… ุงู„ุฏูŠู†, ุฌ 2ุŒ ุต 24 Artinya adalah โ€œSesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Dan Allah menciptakan tempat, dan Allah Ta'ala tetap dengan sifat-sifat-Nya yang Azali sebelum Allah menciptakan tempat tanpa tempat. Dan Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifat-Nyaโ€ ref lihat az-Zabidi, Ithรขf as-Sรขdah al-Muttaqรฎnโ€ฆ, j. 2, h. 24. Dalam kitab karyanya Imam Syafi'i; al-Fiqh al-Akbar [selain Imam Abu Hanifah; Imam asy-Syafi'i juga menuliskan Risalah Aqidah Ahlussunnah dengan judul al-Fiqh al-Akbar], Imam asy-Syafiโ€™i berkata ูˆุงุนู„ู…ูˆุง ุฃู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ู„ุง ู…ูƒุงู† ู„ู‡ุŒ ูˆุงู„ุฏู„ูŠู„ ุนู„ูŠู‡ ู‡ูˆ ุฃู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูƒุงู† ูˆู„ุง ู…ูƒุงู† ู„ู‡ ูุฎู„ู‚ ุงู„ู…ูƒุงู† ูˆู‡ูˆ ุนู„ู‰ ุตูุชู‡ ุงู„ุฃุฒู„ูŠุฉ ูƒู…ุง ูƒุงู† ู‚ุจู„ ุฎู„ู‚ู‡ ุงู„ู…ูƒุงู†ุŒ ุฅุฐ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุชุบูŠุฑ ููŠ ุฐุงุชู‡ ูˆู„ุง ุงู„ุชุจุฏูŠู„ ููŠ ุตูุงุชู‡ุŒ ูˆู„ุฃู† ู…ู† ู„ู‡ ู…ูƒุงู† ูู„ู‡ ุชุญุชุŒ ูˆู…ู† ู„ู‡ ุชุญุช ูŠูƒูˆู† ู…ุชู†ุงู‡ูŠ ุงู„ุฐุงุช ู…ุญุฏูˆุฏุง ูˆุงู„ุญุฏูˆุฏ ู…ุฎู„ูˆู‚ุŒ ุชุนุงู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู† ุฐู„ูƒ ุนู„ูˆุง ูƒุจูŠุฑุงุŒ ูˆู„ู‡ุฐุง ุงู„ู…ุนู†ู‰ ุงุณุชุญุงู„ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุฒูˆุฌุฉ ูˆุงู„ูˆู„ุฏ ู„ุฃู† ุฐู„ูƒ ู„ุง ูŠุชู… ุฅู„ุง ุจุงู„ู…ุจุงุดุฑุฉ ูˆุงู„ุงุชุตุงู„ ูˆุงู„ุงู†ูุตุงู„ ุงู„ูู‚ู‡ ุงู„ุฃูƒุจุฑุŒ ุต13 โ€œKetahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak bertempat. Dalil atas ini adalah bahwa Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Setelah menciptakan tempat Allah tetap pada sifat-Nya yang Azali sebelum menciptakan tempat, Allah ada tanpa tempat. Tidak boleh pada hak Allah adanya perubahan, baik pada Dzat-Nya maupun pada sifat-sifat-Nya. Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah, dan bila demikian maka mesti ia memiliki bentuk tubuh dan batasan, dan sesuatu yang memiliki batasan mestilah ia merupakan makhluk, Allah Maha Suci dari pada itu semua. Karena itu pula mustahil atas-Nya memiliki istri dan anak, sebab perkara seperti itu tidak terjadi kecuali dengan adanya sentuhan, menempel, dan terpisah, dan Allah mustahil bagi-Nya terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Karenanya tidak boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab itu adanya suami, istri, dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahilโ€ al-Fiqh al-Akbar, h. 13, Imam Syafi'i. Pada bagian lain dalam kitab yang sama tentang firman Allah Thaha 5 ar-Rahman Ala al-Arsy Istawa, Imam asy-Syafiโ€™i berkata ุฅู† ู‡ุฐู‡ ุงู„ุขูŠุฉ ู…ู† ุงู„ู…ุชุดุงุจู‡ุงุชุŒ ูˆุงู„ุฐูŠ ู†ุฎุชุงุฑ ู…ู† ุงู„ุฌูˆุงุจ ุนู†ู‡ุง ูˆุนู† ุฃู…ุซุงู„ู‡ุง ู„ู…ู† ู„ุง ูŠุฑูŠุฏ ุงู„ุชุจุญุฑ ููŠ ุงู„ุนู„ู… ุฃู† ูŠู…ุฑ ุจู‡ุง ูƒู…ุง ุฌุงุกุช ูˆู„ุง ูŠุจุญุซ ุนู†ู‡ุง ูˆู„ุง ูŠุชูƒู„ู… ููŠู‡ุง ู„ุฃู†ู‡ ู„ุง ูŠุฃู…ู† ู…ู† ุงู„ูˆู‚ูˆุน ููŠ ูˆุฑุทุฉ ุงู„ุชุดุจูŠู‡ ุฅุฐุง ู„ู… ูŠูƒู† ุฑุงุณุฎุง ููŠ ุงู„ุนู„ู…ุŒ ูˆูŠุฌุจ ุฃู† ูŠุนุชู‚ุฏ ููŠ ุตูุงุช ุงู„ุจุงุฑูŠ ุชุนุงู„ู‰ ู…ุง ุฐูƒุฑู†ุงู‡ุŒ ูˆุฃู†ู‡ ู„ุง ูŠุญูˆูŠู‡ ู…ูƒุงู† ูˆู„ุง ูŠุฌุฑูŠ ุนู„ูŠู‡ ุฒู…ุงู†ุŒ ู…ู†ุฒู‡ ุนู† ุงู„ุญุฏูˆุฏ ูˆุงู„ู†ู‡ุงูŠุงุช ู…ุณุชุบู† ุนู† ุงู„ู…ูƒุงู† ูˆุงู„ุฌู‡ุงุชุŒ ูˆูŠุชุฎู„ุต ู…ู† ุงู„ู…ู‡ุงู„ูƒ ูˆุงู„ุดุจู‡ุงุช ุงู„ูู‚ู‡ ุงู„ุฃูƒุจุฑุŒ ุต 13 โ€œSesungguhnya ayat ini termasuk ayat mutasyabihat. Jawaban yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya bagi orang yang tidak memiliki kompetensi di dalamnya adalah agar mengimaninya dan tidak - secara mendetail - membahasnya dan membicarakannya. Sebab bagi orang yang tidak kompeten dalam ilmu ini ia tidak akan aman untuk jatuh dalam kesesatan tasybรฎh. Kewajiban atas orang ini -dan semua orang Islam- adalah meyakini bahwa Allah seperti yang telah kami sebutkan di atas, Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku bagi-Nya waktu, Dia Maha Suci dari batasan-batasan bentuk dan segala penghabisan, dan Dia tidak membutuhkan kepada segala tempat dan arah, Dia Maha suci dari kepunahan dan segala keserupaanโ€ al-Fiqh al-Akbar, h. 13, Imam Syafi'i. Secara detail didalam kitab yang sama, bahwa Imam asy-Syafiโ€™i telah membahas bahwa adanya batasan bentuk dan penghabisan adalah sesuatu yang mustahil bagi Allah. Karena pengertian batasan al-hadd; bentuk adalah ujung dari sesuatu dan penghabisannya. Dalil bagi kemustahilan hal ini bagi Allah adalah bahwa Allah ada tanpa permulaan dan tanpa bentuk, maka demikian pula Dia tetap ada tanpa penghabisan dan tanpa bentuk. Karena setiap sesuatu yang memiliki bentuk dan penghabisan secara logika dapat dibenarkan bila sesuatu tersebut menerima tambahan dan pengurangan, juga dapat dibenarkan adanya sesuatu yang lain yang serupa dengannya. Kemudian dari pada itu โ€œsesuatuโ€ yang demikian ini, secara logika juga harus membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam bentuk dan batasan tersebut, dan ini jelas merupakan tanda-tanda makhluk yang nyata mustahil bagi Allah. Perlu diketahui bahwa Imam asy-Syafiโ€™i adalah seorang Imam mujtahid yang madzhabnya tersebar di seluruh pelosok dunia, telah menetapkan dengan jelas bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, maka bagi siapapun yang bukan seorang mujtahid tidak selayaknya menyalahi dan menentang pendapat Imam mujtahid. Sebaliknya, seorang yang tidak mencapai derajat mujtahid ia wajib mengikuti pendapat Imam mujtahid. Jangan pernah sedikitpun anda meyakini keyakinan tasybih menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, seperti keyakinan kaum Musyabbihah, sekarang Wahhabiyyah yang menetapkan bahwa Allah bertempat di atas arsy. Bahkan mereka juga mengatakan Allah bertempat di langit. Naโ€™udzu Billahi Minhum.....
AqidahRasulullah, para sahabat, Salaf, mayoritas Ahlussunnah Wal Jamaโ€™ah.ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH. Imam asy-Syafiโ€™i Muhamm
TikTokvideo from Fikri (@fikri_nsk): "Allah ada tanpa tempat !!! Allah bukan di langit, Allah bukan di atas Arasy, Allah bukan berada di mana-mana, Allah bukan berada di setiap tempat #fyp". Aqidah Islam: Allah ada tanpa bertempat. original sound - Fikri.
Mulaidari deklarasi tentang Allah itu satu yang memiliki kekuasaan penuh tanpa ada tandingan. Allah tidak memiliki keturunan dan tidak menurunkan keturunan hingga tempat bergantungnya seluruh makhluk. Secara khusus Ash Shomad berarti Tempat bagi makhluk untuk meminta, memohon, berharap, bercita-cita, tempat bersandar dan memohon pertolongan KESIMPULANTANDA-TANDA TADABBUR. Hadirnya hati dan pikiran saat membaca Al Qurโ€™an. Menangis karena takut kepada Allah. Bertambah khusyuโ€™ dan tadhorruโ€™ (merendahkan diri) Bertambah imannya. Gembira dan cinta akan janji KorOAH.
  • kch1sh2g9n.pages.dev/147
  • kch1sh2g9n.pages.dev/167
  • kch1sh2g9n.pages.dev/520
  • kch1sh2g9n.pages.dev/511
  • kch1sh2g9n.pages.dev/371
  • kch1sh2g9n.pages.dev/104
  • kch1sh2g9n.pages.dev/43
  • kch1sh2g9n.pages.dev/266
  • allah ada tanpa tempat